Rabu, 01 September 2010

Antara Lumajang - Klakah

Lumajang, 01 september 2010
“Dalam angkot Lumajang-Klakah”
Dalam keterburuanku, seketika aku terduduk dalam bangku kosong dalam angkot itu. Pagi masih menyisakan sejuknya tetapi hangatnya mentari mulai menyengat dalam angkot. Semakin berdesak-desakan kami berjejal, tapi aku diam dalam diamku sendiri.
Tak ingin aku berbincang, karena pagi ini banyak hal yang aku pikirkan. Larut dalam pikiranku sendiri. Jalanlah angkot ini, lho tapi kenapa jalannya muter…agak bingung aku dibuatnya. Mana jurusannya menuju pasar lagi..duch pa aku salah naik ya…pukul 07.30. Sedikit sungkan aku beranikan diri untuk bertanya pada perempuan disampingku. “maaf angkot ini jurusan mana?”, tanyaku sedikit panic..”Klakah” jawabnya singkat. “trus kenapa lewat sini…” masih dalam heranku. “saya malah seneng kalau muter-muter begini…”, perempuan itu seakan menikmati. Dalam hati aku heran…wah ndak tau po, kalo aku terburu-buru….
Setelah sesak penuh dengan muatan barang dan semakin banyak orang, angkot inipun berlalu menuju Klakah. Udara yang dibagi-bagi seakan menyisakan sesak yang tak enak. Aku coba menikmatinya, tak lepas mataku pada jendela yang terbuka. Terbayang ibu dan rumahku nan jauh di sana, kucoba menepis rindu yang semakin merusak rinduku pada kampung halamanku.
“mbak sudah menikah”, Tanya perempuan disampingku.”ha..eh belum”, jawabku agak sedikit terkejut. Karena ingin membunuh rasa penat ini akupun bertanya padanya “mbak sendiri, udah menikah??”, “sudah…”, jawabnya sedikit getir, maka dimulailah cerita ini.
Seperti kesal akan nasibnya, perempuan tanpa nama itu bercerita. Terdengar mengutuki pernikahannya, yang terkesan tak bahagia seperti ceritanya. Karena dijodohkan, diapun membenci dan tak bisa mencintai suaminya. Kerjanya hanya naik angkot pagi ke Klakah setelah itu dia akan kembali naik angkot lagi kembali ke Lumajang. Lanjut diapun bercerita, sekarang sedang strees karena tak mendapatkan kebahagian dalam pernikahannya. Akupun hanya mendengar, hanya senyum yang bisa aku beri. Aku bertanya, apakah dia memiliki anak. Yah, memang dia memiliki seorang putra sudah kelas satu SD pula, sudah besar. Tetapi, aku tak mengerti mengapa anak sekecil itu harus neneknya yang merawat. Umurnya kira-kira 30’an tahun dalam tafsiranku, memakai jilbab dan membawa sebuah tas tangan. Kadang aku melihat dia hanya menatap kosong jalan diluar. Tanpa komando kadang dia berbicara, “kan Tuhan itu maha tahu ya…kenapa kok sepertinya dia gak tau saya sudah menderita dan gak ada gunanya hidup….saya mencintai pacar saya, tapi dia jahat kenapa dia tidak memperdulikan saya”…tatapnya seakan itu pertanyaan hanya untuk dia…dalam hati ini, ada rasa yang getir mendengar hal tersebut, ingin rasanya aku membodoh-bodohkan dia, tapi emosiku terkontrol..sebenarnya aku takut mengutarakan saran karena kadang saran tak semudah kejadian tapi bila aku hanya diam aku juga merasa tak enak.”Mbak’kan udah menikah, jadi kenapa harus memikirkan pacar mbak…”,pelan aku berujar, kutatap matanya, agar dia tau aku bersungguh-sungguh padanya. “saya, bingung dengan suami saya…dia tak pernah mengerti saya, saya tau dia sayang dan cinta pada saya tapi dia gak mengerti saya …saya capek setiap hari harus perhatian ma dia… ”, aku bingung campur heran, tadi bilangnya suaminya saying tapi kenapa tidak pengertian. “namanya juga suami-istri mbak, pasti butuh oenyesuain…iklaskan saja pacar mbak…Tuhan sudah member jodoh suami untuk mbak..kasihan anak mbak..”. sebisanya aku berkata supaya dia tidak kacau. “tapi, pacar saya sayang ma saya, saya juga…tapi ada perempuan lain yang merusak hubungan kami..saya jadi heran kenapa saya tidak pernah bisa bertemu dia lagi..”…aduh, aku benar-benar agak kacau nich…ya jelas aja to..wong dia sendiri udah nikah jadi wajar kalo pacarnya juga memiliki pujaan hati lagi.
“mbak gini dech…coba mbak mencoba untuk mengiklaskan pacar mbak…mbak udah punya suami dan anak…terus kalo terus-terusan di jalanan tanpa tujuan yang jelas begini apa yang didapat”…..aku coba menyadarkannya. “memang saya menghabiskan uang suami dan suami memberikan…saya ndak bisa bersosialisasi dengan tetangga…saya strees…”, dia ulangi kata stress dan sepertinya dia butuh orang yang bisa mendengarnya. Aku beri saran, kenapa ndak cerita ma sahabat atau sama orangtua, jangan ditanggung sendiri, dia berkata semua teman-temannya sudah pada berkeluarga dan dia tak enak mengganggu mereka, kalau cerita ma ortu dia pasti kena amuk dan dicuekin. Tuhan, apa yang harus aku lakukan…”mbak dulu kerja dimana?”, aku mencoba mengalihkan pembicaraan…”saya dulu di pabrik-pabrik gitu tapi tak pernah betah…sebenarnya saya pingin kerja direstoran..karena sayadulu SMK Tata boga…”..”lho itu , mbak punya keahlian..kenapa gak mencoba untuk membuat kue biar untuk mengisi kesibukan..”, sedikit senyumku mengembang…”saya ndak suka masak…”…toeng, kenapa kalo ndak suka masuk jurusan Tata Boga…tapi aku enggan bertanya padanya.
Melewati Wonorejo, semakin dia ingin bercerita banyak padaku. Aku hanya bisa memberinya saran, “mbak…seharusnya mbak bersyukur…ada lho wanita berusia 32’an tahun tapi masih belum ketemu jodoh…jadi mbak harusnya terimakasih karena Tuhan telah memberi mbak suami…dan mbak..bulek saya pernikahannya sudah hampir 16 tahun dan belum dikaruniai anak…mbak bersyukur ya…sekarang anak mbak sudah besar”. Dia hanya manggut-manggut…entah dia mngerti atau tidak…aku hanya ingin dia tau bahwa hidup ini dan kehidupan tak sesempit Lumajang-Klakah…cobalah keluar dan rasakan angin, sangat indah bukan alam ini.”dan mbak..ibu saya dan bapak saya juga dijodohkan…hampir 16 tahun pernikahan mereka, ibu baru sangat mengenal bapak dan bertambahlah cintanya….semua butuh waktu” Tuhan, lancangkah aku yang berbicara demikian, aku juga tak tau tentang kehidupan pernikahan…tapi yang aku tau pernikahan bapak, ibukulah contohnya. Seumur hidupku tak pernah aku melihat bapak dan ibu adu mulut dan bertengkar di depan kami anak-anaknya. Ibu yang sangat setia begitu juga bapak. Sering aku berfikir, bisakah aku mencintai suamiku kelak seperti ibu mencintai bapak, begitu tulus dan saling pengertian.
Kamipun berpisah, ingin dia meminta nomor HPku tapi aku hanya bilang, bila kita jodoh pasti akan bertemu lagi. Dan semoga dia segera bisa memperbaiki kehidupannya, yang katanya tak pernah bahagia seumur hidupnya….terkadang orang yang kamu temuai memiliki masalah yang lebih berat daripada kamu…iya, yang kutahu pasti..selalu ada jalan keluar dan hikmah yang bisa di petik dari setiap masalah yang ada atau lebih tepatnya hidup ini adalah ujian yang harus diselesaikan, bila kamu berhenti pada ujian tersebut maka masalahmu akan tetap sama pada tempatnya. So jangan pernah bilang, kamu orang yang paling sengsara dalam hidup ini…katakanlah…”aku orang yang sangat bahagia dan berterimakasihlah…pada Tuhan , pada Orang tua, pada saudara, para sahabat…dan orang-orang itulah yang mendukungmu dan butuh dukungan darimu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar